Beranda | Artikel
Siapakah Ahlus Sunnah wal Jamaah?
Rabu, 27 Oktober 2021

SIAPAKAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH?

Segala puji hanya milik Allah saja. Shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi pilihan, kepada keluarga, para shahabat, dan orang yang mengikuti petunjuk mereka. Amma ba`du:

Sudah diketahui bahwa keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat tergantung pada mengikuti kebenaran dan menapaki jalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Ketika semua mengklaim dirinya sebagai Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dan sekelompok orang menuntut agar julukan yang mulia ini dikembalikan kepadanya, dengan alasan bahwa julukan ini telah dirampas dari mereka sejak sekian abad, maka menjadi kewajiban ulama untuk menjelaskan asal muasal istilah dan julukan ini, serta menjelaskan batasan-batasan dan karakteristiknya yang hakiki.

Dalam artikel ini akan dijelaskan sebagian karakteristik dan tanda-tanda Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Di dalamnya terdapat barometer yang dapat membantu seorang muslim mengenal siapakah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, lalu ia dapat meniti jalan mereka, berjalan dijalur mereka dan berpegang teguh dengan manhaj mereka, agar ia bisa masuk dalam golongan mereka.

Tulisan ini bukan untuk membahas tuntas keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, mengingat pembahasan tersebut telah ada dalam kitab-kitab aqidah.

Tapi maksudnya adalah mengetahui perbedaan antara Ahlus Sunnah wal Jama’ah dengan kelompok lainnya, dan apa keistimewaan mereka dibanding yang lainnya.

Yang dimaksud as-Sunnah disini adalah:
Pedoman yang diwariksan oleh Nabi -Shallallāhu ‘Alaihi wa Sallam- berupa ilmu, amal, keyakinan, petunjuk dan prilaku. Jadi, as-Sunnah adalah semua yang dibawa oleh Nabi -Shallallāhu ‘Alaihi wa Sallam-.

Adapun yang dimaksud dengan Jama’ah yang disandingkan dengan as-Sunnah adalah para shahabat Rasulullah -Shallallāhu ‘Alaihi wa Sallam- dan orang yang mengikuti mereka dengan baik serta berjalan di atas manhaj dan petunjuk mereka.

Maka Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang yang paling bersungguh-sungguh mengikuti Nabi -Shallallāhu ‘Alaihi wa Sallam-, mengetahui berbagai kondisi beliau dan paling banyak kesesuaiannya dengan manhaj para sahabatnya -radhiyallāhu`anhum-.

Ini tidak berarti siapa saja yang mengklaim dirinya berada di atas manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah atau menamakan kelompoknya dengan istilah salafi atau Jama’ah Ahlul Hadits atau Atsar, bahwa faktanya seperti itu.

Yang menjadi acuan adalah manhaj (metode), mengikutinya dan berpegang teguh dengannya, bukan nama dan popularitas julukan tersebut.

Soal klaim, semua pihak dapat melakukannya. Akan tetapi klaim tersebut tidak sah dan tidak dibenarkan penisbatannya kepada seseorang kecuali dengan merealisasikan ciri-ciri dan karakteristik berikut;

Inilah yang akan menjadi pembeda antara orang yang memenuhi kriteria julukan tersebut dan siapa yang hanya sekedar mengaku padahal dia sama sekali kosong dari kriterianya. Saya telah membagi karakteristi tersebut dalam beberapa point agar mudah dipahami, dimengerti dan diaplikasikan -in syā Allāh Ta`āla-:

  1. Sumber akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah kitab Allah -Ta`āla- dan Sunnah Rasul-Nya -Shallallāhu ‘Alaihi wa Sallam- dan apa yang diyakini oleh Salafus Shalih dan yang mereka pahami dari nas-nas dua wahyu (Al-Qur’an dan as-Sunnah).

Mereka tidak mendahulukan akal, penerawangan (kasysyaf), perasaan, dan tidak juga mimpi-mimpi atas naql (Al-Qur’an dan Sunnah). Mereka juga tidak mendahulukan perkataan syaikh atau wali atas firman Allah -Subhānahu wa Ta`āla- dan sabda Rasulullah -Shallallāhu ‘Alaihi wa Sallam-.

  1. Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak menyandarkan keyakinannya pada orang tertentu, juga tidak kepada kelompok tertentu, tetapi mereka menyandarkannya kepada as-Sunnah dan ulama salaf. Mereka tidak menyandarkan kepada Asy`ari, Maturidi, Jahm, Ja`d, Zaid maupun Ubaid. Mereka juga tidak menyandarkan diri kepada Mu`tazilah, Murji`ah, dan Qadariyah. Akan tetapi menyandarkan diri kepada as-Sunnah dan para shahabat:(Seperti sabda Nabi -Shallalāhu ‘Alaihi Wa Sallam) “Apa yang aku dan para sahabatku berada di atasnya.”
  2. Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak menyandarkan prilaku dan penyucian jiwa kepada seseorang, juga tidak kepada suatu tarekat. Mereka tidak menyandarkan diri pada Jailāni, Rifā`i, Qādiri, dan Tījāni. Tidak pula menyandarkan diri kepada tarekat Naqsyabandiyah, `Alawiyah, Syādziliyah, maupun tarekat yang lain. Akan tetapi, prilaku mereka, penyucian jiwa dan akhlak mereka sumbernya adalah sosok yang mengatakan:

إِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأُتَمِّمَ صَالِحَ اْلأَخْلاَقِ.

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.”

Dan orang yang akhlaknya adalah al-Qur’an (yaitu Rasulullah) -Shallallāhu ‘Alaihi wa Sallam-.

Sebagaimana mereka tidak membedakan diri dari umat dalam pokok agama dengan satu nama selain nama as-Sunnah wal Jama’ah, maka mereka juga tidak membedakan diri dalam hal perilaku dan penyucian jiwa dengan satu nama selain nama as-Sunnah wa al-Jama’ah.

  1. Ahlus Sunnah wal Jama’ah beribadah kepada Allah sebagaimana Dia perintahkan dengan khusyu` dan penuh kerendahan. Mereka tidak membuat-buat bid`ah dalam ibadah-ibadah dari diri mereka sendiri sesuai hawa nafsu mereka, pun juga tidak dari orang lain. Mereka tidak beribadah dengan menampar muka, tidak pula dengan menabuh gendang, menari-nari dan berlenggak-lenggok.
  2. Ahlus-Sunnah wal Jama’ah tidak mengalihkan ibadahnya kepada selain Allah -Ta`āla- seperti: berdoa, memohon bantuan, menyembelih (hewan), nazar, dan ibadah-ibadah lainnya, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian kelompok dan golongan yang menyimpang dari jalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
  3. Ahlus Sunnah wal Jama’ah menganjurkan ziarah kubur, karena ziarah kubur dapat mengingatkan pada akhirat, untuk memberikan salam kepada penghuninya dan mendoakannya. Bukan bertujuan meminta berkah pada kuburan, berdoa memohon kepada penghuninya, bukan pada Allah -Ta`āla, meminta bantuan kepadanya, mengusap-usap kuburan, thawaf mengelilinginya, menyembelih (hewan) di sisinya dan yang semacam itu.
  4. Ahlus Sunnah wal Jama’ah menetapkan semua sifat milik Allah –’Azza wa Jalla- yang telah Dia tetapkan untuk diri-Nya atau yang ditetapkan oleh Rasul-Nya -Shallallāhu ‘Alaihi wa Sallam- tanpa ta’thīl (meniadakan) dan tanpa ta`wīl (mengalihkannya kepada makna lain). Sedangkan kelompok selain mereka menafikan sifat-sifat Allah atau menetapkan sebagiannya dan menta’wilkan sebagian lainnya.
  5. Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini bahwa iman itu adalah ucapan dan perbuatan, dapat bertambah dan berkurang. Mereka tidak mengeluarkan amal perbuatan dari hakikat iman seperti kelompok Murji`ah, tidak juga mengkafirkan ahli kiblat hanya karena sekedar berbuat maksiat dan dosa besar seperti kelompok Khawarij.
  6. Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak mengkafirkan orang yang berbeda pandangan dengan mereka dari kelompok lain hanya karena berbeda pendapat dengan mereka, kecuali kelompok-kelompok yang sepakat meyakini pokok-pokok kekufuran seperti sekte Isma’iliyah dan Nushairiyah.
  7. Ahlus Sunnah wal Jama’ah berlepas diri dari orang-orang kafir, atheis, musyrik dan orang murtad, memusuhi dan membenci mereka. Sebaliknya, Ahlus Sunnah mencintai orang-orang mukmin, loyal pada mereka dan menolong mereka sesuai dengan kadar iman dan amal shalih yang mereka miliki.
  8. Ahlus Sunnah wal Jama’ah mencintai para sahabat Rasulullah -Shallallāhu ‘Alaihi wa Sallam-, memandang mereka semua adil (dapat diterima periwayatannya) dan mendekatkan diri kepada Allah dengan mencintai mereka, mencintai keluarga Nabi -Shallallāhu ‘Alaihi wa Sallam- dan istri-istri beliau adalah para ibunda kaum mukminin. Mereka berlepas diri dan memusuhi orang yang menghina mereka. Juga berlepas diri dari orang yang mengkultuskan mereka dan mengangkat mereka di atas kedudukan manusia atau menganggap mereka maksum (terjaga dari dosa).
  9. Dalam masalah fiqih, Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengikuti ijmak (kesepakatan ulama) dan apa yang ditunjukkan al-Qur’an dan Sunnah yang shahih. Mereka mengakui pendapat para shahabat, tabi`in, dan tabi`ut tabi`in. Juga mengikuti ulama besar umat Islam, seperti Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, Ahmad, dan generasi ulama setelahnya dari kalangan ulama fikih, serta para ulama yang diikuti karena mereka pengikut Sunnah serta mereka yang telah dikenal kebaikannya di dalam umat ini.
  10. Ahlus Sunnah wal Jama’ah memandang umat Islam sama dalam masalah beban-beban syariat. Dalam pandangan mereka, tidak ada kelompok awam dan kelompok khusus, tidak juga super khusus. Tidak ada tingkatan Syariat dan Hakikat. Bagi mereka, agama adalah satu, syariatnya satu, bersumber dari satu Rabb, yang diturunkan kepada satu Nabi untuk seluruh manusia.
  11. Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah kelompok moderat dan pertengahan dalam segala hal. Mereka moderat (tengah-tengah) antara mengkultuskan dan membenci, antara sikap berlebih-lebihan dan meremehkan, antara bermudah-mudah dan ekstrim.
  12. Ahlus Sunnah wal Jama’ah termasuk orang yang sangat menjaga persatuan dan kesatuan.

Diantara aqidah mereka adalah melakukan jihad, shalat Jum’at dan shalat Jama’ah di belakang setiap pemimpin (muslim), baik dia orang bertakwa atau pelaku maksiat. Mereka berpendapat sah shalat di belakang pelaku bid`ah dan kemaksiatan.

Mereka adalah orang yang sangat senang bersatu dan paling benci pada perpecahan.

Terkadang terjadi kesalahan dari orang yang menisbatkan dirinya kepada mereka (Ahlus Sunnah wal Jama’ah), dan ia tidak memahami manhaj mereka dengan baik dan mempraktekkannnya.

Tidak setiap orang yang menisbatkan dirinya kepada mereka (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) dapat mempraktikkan adab mereka dan meniti jalan mereka. Harapan besar untuk mendapatkan kemuliaan julukan ini menyebabkan dimasukkannya orang yang bukan bagian dari mereka.

  1. Ahlus Sunnah wal Jama’ah, di antara mereka terdapat orang alim, pakar fikih, khatib, para dai, penyeru kebaikan dan pencegah kemungkaran, dokter, insinyur, pedagang, pekerja, kaya dan miskin, hitam dan putih, serta orang Arab dan `Ajam (non-Arab).

Manhaj mereka tidak terbatas pada kelompok tertentu. Mereka tidak membeda-bedakan di antara tingkatan-tingkatan masyarakat, atau menjadikan ilmu, agama, nasab, dan kemuliaan dimonopoli oleh satu kelompok tertentu, tidak bisa disandang oleh selain mereka.

Mereka meyakini firman Allah -Ta`āla-:

 اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗ

“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.”[al-Hujurat/49: 13]

  1. Ahlus Sunnah wal Jama’ah diantara mereka ada orang yang ahli ibadah yang zuhud, pelaku maksiat dan pelaku dosa besar.

Mereka tidak dijamin terlindung dari dosa dan kemaksiatan. Dosa dan kemaksiatan ini tidak mengeluarkan mereka dari ruang lingkup Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Bahkan terkadang mereka terjerumus dalam cabang-cabang bid’ah. Akan tetapi mereka cepat kembali padakebenaran jika telah mengetahuinya. Hal ini tidak mengeluarkan mereka dari keluarga Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

  1. Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengikuti kebenaran dan mengasihi sesama makhluk. Mereka membenci kemaksiatan namun bersikap lembut kepada pelakunya. Membenci bid’ah namun merasa kasihan dengan pelakunya.

Mereka itulah Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan inilah sebagian dariciri-ciri dan karakteristik mereka.

Saya memohon kepada Allah dengan karunia dan kemurahan-Nya untuk menjadikan kita termasuk golongan mereka dan menyatukan umat ini di atas ajaran yang dulu mereka bersatu.

[Disalin dari Siapakah Ahlus Sunnah wal Jama’ah? Penulis Alawi bin Abdul Qādir As-Seggāf, Direktur Umum Yayasan Durar Saniyyah, 2 Żulḥijjah 1437H, Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2010 – 1431]


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/43232-siapakah-ahlus-sunnah-wal-jamaah.html